2016-02-15

Kisah Teladan Hujan Sang Penjual Koran


Teladan Hujan Sang Penjual Koran
Ilustrasi (Foto: Tribun Lampung)
Kisah Hikmah - Pagi itu, sepulang dari mencari sarapan, aku lihat penjaja koran berteduh di emperan toko. Sejak subuh hujan turun cukup deras, yang membuatnya tidak bisa menjajakan korannya. Terbayang di benakku, tidak ada satu rupiah pun uang yang akan ia peroleh kalau hari terus hujan. Namun, kegalauan yang kurasakan ternyata tidak tampak sedikitpun di wajah Penjual Koran Sang Teladan itu.

Hujan masih terus turun. Kami membisu.

Si penjaja koran pun tetap duduk di emperan toko sambil tangannya memegang sesuatu. Tampaknya seperti sebuah buku. Kuperhatikan dari kejauhan, lembar demi lembar ia baca. Awalnya aku tidak tahu apa yang sedang ia baca. Namun saat kudekati, ternyata Al-Quran yang dibacanya.

Kudekati dan kusapa dia, "Assalamu 'alaikum Pak.."

“Waalaikum salam", ia menoleh sambil menorehkan senyum.

“Bagaimana jualan korannya Pak", tanyaku.

“Alhamdulillah, sudah satu yang terjual,” ucapnya dengan senyum yang belum lepas.

“Wah susah juga ya kalau hujan begini," ku coba membuka cerita.

“Insya Allah ada rizkinya.”

“Terus, kalau hujannya sampai sore?”

“Itu artinya rizki saya bukan jualan koran, tapi banyak berdoa.”

“Kenapa?”

“Karena kata Nabi, saat hujan adalah saat mustajab untuk berdoa. Punya kesempatan berdoa, juga rizki namanya,” ucapnya penuh arti. Tak kulihat segurat jumawa pun dari wajahnya. Sedikit orang yang mampu punya keyakinan seperti ini dalam kondisi sulit.

“Lantas, kalau tidak dapat uang?”, aku terus bertanya.

"Berarti, rizki saya bersabar".

Jleb! Masuk sekali ucapannya ini, menohok kalbu. Aku kejar lagi dengan pertanyaan, “Kalau tidak ada yang dimakan"?

“Berarti rizki saya berpuasa"

“Kenapa Mas bisa berpikir seperti itu?”

“Allah yang di atas, yang memberi  rizki. Apa saja rizki yang diberikan-Nya dan saya mensyukuri. Selama jualan koran, meskipun tidak laku, dan sekalipun harus puasa, tapi saya belum pernah kelaparan," katanya dengan mantap menutup pembicaraan.

Ternyata hujan pagi itu reda. Dan ia pun permisi bersiap-siap untuk berjualan. Ia pamit sambil memasukkan Al Quran ke dalam tas gendongnya.

Tinggallah, Aku termenung menatap punggungnya yang berlalu dari hadapan. Tanpa kusadari kacamataku mulai berembun. Tersaput oleh kucuran tangis. Aku terenyuh. Seakan muncul cermin besar di hadapan sendiri menyimak kalimat tausiah yang diucapkan seorang loper koran.

Ya Tuhan, begitu besarnya Imannya kepada Mu. Rasanya badan ini menciut kerdil. Ada penyesalan di dalam hati. Kenapa kalau hujan aku masih resah-gelisah. Khawatir tidak dapat uang. Khawatir rumahku terendam banjir. Khawatir tidak dapat hadir di undangan.

Khawatir akan penyakit yang berada dalam tubuh. Khawatir akan masa depan anak. Khawatir akan kalah gugatan di pengadilan. Khawatir tidak dapat klien. Khawatir tidak dapat bertemu kawan seprofesi. Dan selaksa kekhawatiran lainnya yang hadir di muka, seakan mencemoohku.

Kembali baru kusadari, rizki bukan semata uang. Bisa bersabar, berpuasa, berdoa, beribadah kesalehan sosial lain apapun itu, adalah juga rizki dari Allah SWT. Rizki hidayah dan bisa bersyukur adalah jauh lebih bermakna daripada pekerjaan dan uang.

Dari apapun juga. 
Copas dari Grup WA (*)

Tag: Teladan Hujan Sang Penjual Koran

Makasih ya udah mampir ke blog Pakde. Besok-besok dateng lagi..
Monggo diisi feedback komennya di bawah ini
EmoticonEmoticon